Potensi Pariwisata Bahari Segera Ditingkatkan
Persiapan pascapandemi untuk meningkatkan wisata bahari mulai digalakkan |
Kemenko Marves membahas peluang dan tantangan investasi jasa pariwisata yang mendukung kedatangan kapal wisata asing (yacht) di Indonesia, melalui Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan terkait (24/2). Hasil diskusi ini kemudian akan menjadi pertimbangan langkah strategis dalam mengembangkan investasi bidang jasa pariwisata melalui kedatangan kapal wisata ( yacht ) asing di Indonesia.
Seto menyampaikan, di tengah pandemi Covid-19 ini, sektor pariwisata masih terdampak cukup dalam. Untuk itu, pemerintah saat ini sedang menyusun program vaksinasi massal khususnya di sektor pariwisata. Hal ini diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan sektor pariwisata ini.
“Bersama Kementerian Kesehatan, kita sedang mencoba untuk memformulasikan bagaimana kita bisa melakukan vaksinasi massal untuk para pelaku sektor pariwisata, khususnya yang ada di Bali, sehingga pengunjung bisa datang tanpa resiko terpapar Virus Corona,” jelas Seto.
Asisten Deputi (Asdep) Investasi Bidang Jasa Kemenko Marves Farah Heliantina menambahkan, “melalui FGD ini, kami ingin mendengarkan langsung dari para stakeholder terkait, dari sisi regulasi serta kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kemudian kami ingin mendengarkan langsung peluang dan tantangan investasi ini dari pelaku usaha dari BUMN seperti Pelindo 1, Pelindo 3, serta para ahli dan agent yang sudah cukup lama bergerak dalam bisnis serta dari beberapa asosiasi terkait lainnya.”
Yacht saat ini telah menjadi salah satu prioritas dalam pengembangan wisata bahari atau wisata maritim. Yacht itu sendiri merupakan alat angkut perairan yang berbendera asing dan digunakan sendiri oleh wisatawan untuk berwisata atau melakukan perlombaan-perlombaan di perairan baik yang digerakkan tenaga angin dan atau tenaga mekanik dan digunakan hanya untuk kegiatan non niaga.
Indonesia merupakan negara maritim yang berada di kawasan laut yang luas dengan kepulauannya yang ribuan jumlahnya, tentunya marine tourism seharusnya menjadi unggulan dari indonesia. Untuk itu, tentunya kita perlu mengubah mindset atau model bisnis, dari model tradisional menjadi model new normal yang memperhatikan protokol Covid,” sambung Farah.
Menurut Farah, beberapa tantangan dalam mengembangkan pariwisata yacht, yaitu ekosistem yang perlu saling terkait dan mendukung, seperti sumber daya manusai, infrastruktur/marina, regulasi perijinan satu pintu melalui platform digital seperti perijinan terkait visa, tenaga kerja asing, karantina, bea dan cukai dan sebagainya termasuk SOP pemeriksaan.
Untuk menarik investasi di sektor pariwisata melalui kedatangan yacht di Indonesia, perlu juga relaksasi dan insentif yang diberikan kepada pelaku usaha seperti insentif perpajakan serta kemudahan fasilitas di kepabeanan, kemigrasian, karantina, dan kepelabuhan.
Sampai saat ini, ada 21 titik yang menjadi pelabuhan masuk dan keluar untuk yacht. Namun, saat ini pemerintah sedang berfokus hanya kepada 10 titik rekomendasi pelabuhan masuk dan keluar untuk yacht. Penyesuaian lokasi ini berdasarkan pendekatan wilayah perbatasan antar negara dan last call port untuk meningkatkan aspek keamanan dan kemudahan wisatawan.
Alexander Reyaan selaku Direktur Bidang Wisata Alam, Budaya, dan Buatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyampaikan beberapa tantangan terkait wisata yacht. “Yang pertama itu di titik labuh atau titik singgah, sehingga menyebabkan mereka singgah di titik yang jauh dari pelabuhan dan menyebabkan dampak seperti kerusakan karang. Kemudian upaya peningkatan length of stay, kendala interaksi pelayan yacht dengan masyarakat, serta kendala di setiap titik singgah itu masih sangat kurang fasilitas penunjang,” ungkap Alex (ma).